S
ETELAH melalui beberapa kali percobaan sound check akhirnya festival baru bisa digelar pada hari kedua (29/12/04). Kondisi hujan (angin) yang menyebabkan genangan air di panggung otomatis mengharuskan kru tata suara-pencahayaan berulang kali membongkar-pasang seluruh peralatan dan monitor yang tidak terlindungi jika hujan menerpa dari sisi-sisi panggung. Nusa Dua memang terus dirundung mendung dengan banjir kecil di sejumlah tempat akibat deras hujan. Setidaknya, memang Indonesia sedang berduka akibat katastrofi Tsunami.

Lewat negosiasi kilat, hari kedua dimulai lebih awal dengan sebuah mini stage “cadangan” di tempat yang terlindungi jika hujan datang, sisi-sisi kanopi panggung amphitheatre yang tinggi juga ditutupi untuk mengatasi terpaan air. Funky Thumb (feat. Glenn Fredly) tidak dapat tampil sama sekali akibat pergantian jadwal yang semula direncanakan berlangsung dua hari tersebut, sementara beberapa musisi bersedia menunda kepulangannya dari festival demi mendukung perhelatan ini.

Balawan & Batuan Ethnic Fusion membuka deretan penampil dengan tamu gitaris Dewa Budjana . Tata suara sebetulnya belum siap jika jam 15.00 waktu setempat harus sudah dimulai (sebagai kompensasi penundaan hari festival sebelumnya) sementara urusan hujan baru diatasi siang harinya. Akibatnya, banyak detil yang hilang dari penampilan Batuan Ethnic Fusion, dalam tempo yang cepat suara menggumpal dalam dengung (bukan karena noise); gamelan toh tidak punya transducer khusus sehingga harus mengandalkan keahlian mereproduksi suara akustiknya di penguat suara utama. Sekali lagi, kru hari itu berpacu dengan waktu minim. Untuk urusan gamelan sendiri, Batuan Ethnic telah mengubahnya menjadi instrumen bes (Bb) yang jamak di keluarga woodwind dan horn, lengkap dengan tuner buatan sendiri. Dengan begitu, laras pelog-nya dapat berdampingan dengan umumnya alat tiup. Nomer dengan vokal terdengar lebih baik di speaker utama: “Bird Song” dan “Spain” (versi kreatif dalam pelog tentunya). Saat dibawakan, Budjana sudah pergi duluan (ia mengisi acara amal sebuah TV swasta untuk korban Tsunami malam harinya). Penampilan ditutup dengan ber-baleganjuran ria (yang umum untuk upacara dan perlombaan kelompok di Bali), dengan semua pemain gamelan memegang cengceng dan permainan gitar ala plucking banjo lagu country; sangat cepat. Intronya adalah duet kendang sintetis dari ketukan jemari Balawan pada senar di fretboard (gitarnya dilengkapi transducer MIDI) dengan kendang Bali betulan, berbalas-balasan. Pola ritmik yang sulit diperagakan, menyapu leher gitar, memperlihatkan kelas tapping technique Balawan.

Kehadiran tabla, jembe, dan didgeridoo pada kelompok Saharadja melengkapi pesta perkusi sore itu. Dibuka dengan “Nasi Campur” (flamenco, Irlandia), kemudian komposisi-komposisi dengan fitur masing-masing, seperti “DJ Rido Desire” (plesetan dari nama alat Aborigin yang dimainkan Ajat Lesmana ), “Hire” dan “Tabla Man” yang menampilkan masing-masing permainan dawai-dawai melayang sitar dan denyut tabla Barok Khan. Saharadja juga diperkuat baris-baris solo trumpet Rio Sidik dengan aksen muted di beberapa nomer (Rio juga memegang gitar nylon, voice ), serta gitaris Gede Yudana (steel strg. guitar). Fusi yang terjadi dalam permainan minor harmonik kadang dibawa ke nuansa celtic permainan Sally Jo (el. violin) ataupun ke latin feel dengan bunyi trumpet yang cerewet dan rampak perkusi.

Tomorrow People Ensemble dalam format kuartet akustik membawakan lagu-lagu original, Azfansadra Karim (piano, synthesizer), Nikita Dompas (el. guitar), Elfa Zulhamsyah (drums), dan Indra Perkasa (ac. bass). TPE memainkan ruang dinamik dengan improvisasi modals di atas lagu-lagunya sendiri (“Asap Sore”, “Eclectic” , “The Great Nick”, dll.), keberanian yang patut dipuji bagi mereka yang masih early 20's . “Tribute to The Rain” (adaptasi lagu Bali) mungkin menyemangati event yang akhirnya berlangsung dalam cuaca cerah.

Masih dengan format kuartet adalah Aksan Sjuman (drums), Joe Rosenberg (soprano sax), Peter Scherr (ac. bass), dan Masako Hamamura (piano). Kuartet multinasional ini menampilkan tradisi improvisasi jazz dalam teknik yang mengagumkan, sekaligus memperlihatkan kemampuan untuk saling mendengar satu sama lain. Sebelum Hamamura bergabung, mereka memang sudah punya ikatan tersendiri bermain trio. Masih soal hujan, tajuk “After The Rain” juga ditampilkan kuartet Aksan.

Festival juga berhasil mengundang vibrafonis Eldad Tarmu bertrio dengan Christy Smith (ac. bass) dan Juasa Kanoh (drums). Smith kini tinggal di Singapura, aktif mengajar double bass dan membantu sesi rekaman. Kanoh adalah lulusan MI yang telah kembali ke Jepang pada tahun 2000. Tarmu mengaku berhati-hati dan melihat-lihat respon penonton ketika memilih apa yang akan dimainkannya (penonton baru berdatangan lebih banyak pada malam harinya). Ia melengkapi keseluruhan penampilan dengan masing-masing lagu yang memberi tempat/ fitur bass atau drum wajarnya usaha kolaboratif. Sayang, sistem suara sempat terganggu beberapa kali pada koneksi pick up bass, padahal saat solo. Pukulan keempat mallet Tarmu juga kurang jelas artikulasinya di speaker utama (jika dibandingkan dengan rekamannya) walaupun menggunakan miking pribadi.

Penonton baru berdatangan lebih banyak, kira-kira saat Tropical Transit naik ke pentas. Didukung fakta tersebut, kelompok ini akhirnya berhasil membangun suasana dengan penampilan yang lebih transedental (termasuk menebarkan bunga dan dupa di panggung), prosesi yang menyertai kidung vokalis Ayu Laksmi , tari, dan ritual membagi-bagikan percikan air suci (tirta) ke penonton di akhir penampilan oleh gitaris Ketut Riwin (semacam ruwatan menjelang 2005). Sensasi latin dan musik chill out yang disertai suasana trance tersebut memberikan kesan terapis bagi penonton grup yang tampil bersembilan ini.

Gitaris Koko Harsoe memperoleh giliran selanjutnya, membuka dengan “Bright Size Life” (P. Metheny). Band ini juga membawakan nomer-nomer vokal dengan menampilkan Harvey Malaiholo pada “Route 66”, “Resah”, dan “Masquenada”. Tampil pada piano adalah Erick Sondhy.

Festival ditutup Ireng Maulana (ac. nylon guitar), Kiboud Maulana (el. guitar), Benny Likumahua (trombone), dengan mengundang kembali Erick Sondhy, Christy Smith, Juasa Kanoh, dan Eldad Tarmu dalam jam session sebuah standar “My Homeland” dan sebuah blues. Andien sempat tampil satu lagu dengan hanya iringan piano Adra (seharusnya ia menyertai Funky Thumb), beberapa kali jeda juga diisi oleh EQ Humania (turntable).

appears in: http://wartajazz.com/news/news301204.html with addition/editing by Agus


This page is powered by Blogger    Powered by VLSI