D
ARI semula berbaris ( march ) kemudian berpindah ke ruang dansa, big band berlanjut hingga ke era swing. Kira-kira perubahan bentuk yang sama kita dapati pada formasi big band peserta IBBC 1999. Penampil ITB Big Band Concert (IBBC) kali itu terdiri dari sejumlah organisasi wadah kegiatan marching band (MB). Memang umumnya pemain dan peralatan brass section ada di wadah kegiatan MB. Maka dari nama-nama Waditra Ganesha (ITB), Sadaluhung Padjadjaran Brass Band (UNPAD), UNHAS Scout, Telkom (Balikpapan) dan Pupuk Kaltim, bisa merupakan irisan pemain MB atau memang MB yang disulap untuk ikutan IBBC 1999. Arranger dan clinician MB yang aktif di Indonesia, Rene Conway , saat itu pun terlibat untuk arransemen dua big band dari Kalimantan (Telkom & Pupuk Kaltim).

Saat kali terakhir diadakan tahun '99 tersebut, peserta yang berbeda latar dari yang lain adalah big band dari ISI (yang mengambil nama Yogyakarta Big Gank). Bandstand rombongan ini dilengkapi dengan improvisasi saksofon, trumpet, clarinet, dan trombone pada masing-masing kesempatan solo, mungkin kita bisa menyebut nama Eugene Bonty (clarinet, alto sax) dan Septi (tenor sax) yang kini juga bisa dinikmati di TV. Selain membawakan nomer standard , Yogyakarta Big Gank juga berhasil merebut hati penonton menjadi peserta favorit dengan menutup penampilannya dengan nomer funk “Pick Up the Pieces”. Penampilan atraktif mereka diakhiri dengan satu per satu berjalan keluar panggung (sambil berimprovisasi) diakhiri pemain baritone sax .

***

Tahun 2005 ini, IBBC baru dapat digelar kembali, masih mengambil tempat di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga). Daftar peserta yang akan tampil tampaknya berubah-ubah hingga menjelang pementasan. “Alumni” Yogyakarta Big Gank yang kini banyak tergabung di Hypersax pun urung tampil (secara informal salah satu anggotanya pernah menyatakan akan tampil). Konser malam itu (19/03/05) akhirnya menampilkan enam big band.

Tuan rumah, Waditra Ganesha , membuka pertunjukan membawakan “Cute” dengan bintang tamu Imel Rosalin (piano); pemain sisanya adalah anggota aktif unit kesenian ITB ini ditambah dua orang alumni. “Moonlight Serenade” (Glenn Miller), satu-satunya ballad yang dibawakan malam itu, menyusul kemudian. Vokalis Fitri Muliati kemudian membantu di nomer “All The Things You Are”. “Yardbird Suite” dan “Shiny Stockings” yang dibawakan selanjutnya menyelipkan sejumlah solo trumpet dan trombone. Tampaknya pemain trombone, Johan, cukup sibuk, masih naik lagi untuk dua band berikutnya.

The Embrio , kumpulan yang berasal dari sesama anggota/komunitas brass section di Bandung tampil berikutnya membawakan dua lagu. Terlihat solois yang biasa tampil di Bandung terlibat di dalamnya, sayang tidak beraksi penuh. Mereka membawakan “ New York New York ” dan “Chattanooga Choo Choo”.

Alumni Waditra Ganesha mengambil nama Van Alloy dan tampil membawakan “The Muppet Show Theme”, “You Are The Sunshine of My Life” (Stevie Wonder), “Fly Me to The Moon”, nomer vokal “Kissing a Fool” (George Michael), dan “Birdland” (Joe Zawinul). Para alumni ini mengaku tidak ada yang menjadi musisi profesional. Mereka dapat berkumpul kembali setelah temu alumni MB ITB 2001 dan bemodalkan alat pinjaman sana-sini.

Rombongan yang berasal dari lingkungan Departemen PU, big band Buldozer , membawakan keseluruhan aransemen Elfa Secioria . Tampaknya keberadaan Buldozer di Dep. PU memperoleh pembinaan serius, tampil lengkap dengan setelan putih-putih ditambah dasi kupu-kupu, band ini mengeksekusi aransemen Elfa yang glamor, dilengkapi kejutan variasi tempo dan mood misalnya saat band sedang up tempo, serta sahut-menyahut antar seksi yang diberi penekanan aksen. Segera saja naiknya vokalis Kirnadi untuk "Beyond The Sea" mendapat sambutan meriah, suguhan ala Sinatra yang setahun ini banyak direproduksi lagi oleh industri (cek saja Robbie Williams, Rod Stewart, dll.). Sebelumnya Buldozer pernah ikut di IBBC 1997 dan pernah pula berpartisipasi di acara TV Tembang Kenangan. Melenggak kompak dengan alat tiupnya, Buldozer mencoba merebut hati penonton untuk voting penampil favorit dengan nomer rock & roll “Jailhouse Rock” (Elvis Presley).

Seksi tiup Sadaluhung Padjadjaran Brass Band tampil hanya dengan formasi trumpet, mellophone, dan trombone yang karakter dan mouthpiece -nya masih dalam satu keluarga. Jika dibanding dengan lima tahun yang lalu memang rasanya ada yang kurang; saat itu mereka masih menyertakan saksofon (hingga baritone) di samping flugel dan tuba. Nomer yang dibawakan antara lain “My Favourite Things” dan “Here's That Rainy Day”.

ISI Yogja masih berpatisipasi tahun ini dengan mengirimkan Jurasik Big Band . “A Night in Tunisia ” dibawakan Jurasik yang menampilkan unison dua clarinet dan satu flute di kepala lagu ini. Tiap giliran solo yang ditampilkan tampak berbeda dengan umumnya penampil yang membawakan improvisasi yang sudah ditulis. Agaknya untuk urusan improvisasi generasi kini “anak ISI” masih ada turunan dari pendahulunya. Akan tetapi, mereka sepertinya harus berbenah soal aransemen yang dimainkan malam itu. Jurasik mencoba berinteraksi langsung dengan penonton lewat berbalas-balasan tepuk tangan dengan solo jembe .

Di akhir acara rombongan Yogya kembali dipilih penonton sebagai big band favorit, penonton memenuhi sekitar 700 tempat duduk lebih (kapasitas Sabuga jika dibuka sepertiganya saja). Pengamat yang diundang untuk memberikan komentar tampaknya sepakat dengan penonton; melihat dari banyaknya solois yang tergabung dalam Jurasik. Dua orang pengamat yang hadir adalah Bana Kartasasmita (pembawa acara jazz di radio yang juga dosen ITB) dan Nazar Noe'man (radio jazz KLCBS FM Bandung).

Saat diundang naik lagi untuk jam session , akhirnya solois Jurasik dan Imel yang langsung memainkan “Route 66” dengan kembali menghadirkan vokalis Fitri. “The Chicken” (Pee Wee) yang funky segera menyusul, format big band dari nomer ini dapat kita dengar pada soul intro rekaman ulang tahun Jaco Pastorius. Penonton sebenarnya sudah tidak kondusif lagi merespon pertunjukan, maklum saja, AC terpaksa dimatikan karena seluruh gedung hanya mengandalkan genset (listrik dari PLN mati). Soal persiapan sendiri panitia mengaku memulai semester lalu. IBBC sebelumnya dipersiapkan hingga setahun, sehingga bintang tamu Bubi Chen, Bertha, dan Benny Likumahua dapat dihadirkan pada penyelenggaraan 1999, termasuk untuk jam session dengan sebagian solois big band peserta.

Pembawa acara sempat “keceplosan” di akhir acara bahwa IBBC akan dirutinkan dua tahun sekali, itu sama sekali bukan komitmen yang salah. Menjadikan event ini rutin tentu merupakan tantangan tersendiri dan tentu saja akan sangat bagus jika Indonesia punya agenda konser big band rutin yang akan melengkapi jadwal festival yang ada. Dengan yang semi-rutin ini saja sudah ada pola berbagi antar peserta, kesempatan jam session, dan variasi musik bagi penonton; inipun masih ada beberapa big band yang tidak ikut, misalnya Daya dari sekolah musik IMD atau Galaxy yang terdiri atas para pekerja ekspatriat. Anggota-anggota Jurasik saja tidak menyangka bahwa penonton Bandung akan punya apresiasi seperti itu dan baru ketemu Imel, ya, malam itu; bisa main bareng pula.

appears in: http://wartajazz.com/news/news270305.html


This page is powered by Blogger    Powered by VLSI