M
ENGUMPULKAN semua musisi jazz Indonesia pada hari yang sama dapat terjadi atas alasan solidaritas kemanusiaan. Pada acara yang dibayar sekalipun akan lebih banyak yang absen dibandingkan dua sesi Jazz Untuk Aceh di Graha Bakti TIM Sabtu (22/01/05) kemarin. Jumlah musisi yang ingin berpartisipasi terus bertambah hingga konfirmasi terakhir. Laporan inipun seolah menjadi ‘daftar presensi siswa' insan jazz Indonesia.

Takbir dan saleum yang membuka keseluruhan acara amal terus berdaur di hampir setiap penampilan. Ornamentasi khas didong , “Bungong Jeumpa”, dan dzikir bergantian menjadi tema ataupun pengantar komposisi yang utuh, spiritual sekaligus religius dalam konteks negeri serambi. Bantuan masyarakat jazz –yang semoga– disahuti jazakallah oleh rakyat Aceh.

***

Sesi pertama yang dijadwalkan mulai pukul 15.00 menampilkan grup-grup musisi muda maupun gabungan senior-junior. Starlite menampilkan trio gadis belia: drummer Alsa (11 tahun), Sheila (bass), dan Rieke (piano) pada “Light & Shine”. Jazzyphonic yang berbasis anak-anak sekolah Al-Azhar diawaki rhythm section Aldi, Dimas, Randi, dan Aldan , dengan dua vokal (Dika & Dini), serta flutist Yaya. Groovology (Ari, Yudistira, Ilyas Muhadji, dan Dery) membawakan “Superstition” bersama vokalis Tompi yang mengawalinya dengan saleum pembuka ; terlibat pula saksofonis Dony. Trio Farabi yang juga tergolong muda juga mengimbangi kombinasi penampil di sesi malam, trio ini terdiri dari Indrawan (bass), Sri Hanuraga (piano) dan Gerry G (drum). Walau masih terbilang muda tetapi kiprahnya cukup terbukti dengan seringnya tampil seperti pada Jazz Goes to Campus, Pasar Jazz, Institut Musik Daya, Ponpin, dsb.

Ade Hamzah (vokal, bass) membawakan “Kuta Raja” dengan warna gitar rock berdistorsi di sesi pertama. Grupnya terdiri dari Agam Hamzah ( ac. nylon guitar ), Donny Suhendra & Rian ( el. guitar ), Cendy Luntungan (drums), dan Nisa (bass juga). Cendy kemudian kembali bermain untuk Cherokee (lagu “Funny”) bersama Rio Moreno, Iwan Wiradz, & Hari Toledo (peran Kadek Rihardika digantikan oleh gitaris lain). Disusul oleh Idang Rasjidi yang mengikutsertakan Jopie R. Item , bassis Indro , dan Benny Likumahua . Tjut Nyak Deviana Daudsjah (piano) khusus membawakan arransemen jazz “Bungong Jeumpa” bersama Tjindo Quintet -nya yang menyelipkan sedikit gerak saman ; dalam rombongan IMD ini terdapat drummer Titi Handayani dan Donny Sunjoyo ( ac. bass ).

Dengan semua partisipan hanya mendapat jatah satu lagu, Culture Music Factory memilih meadley “Crystal Silence” (C. Corea) dan “Caravan” dengan nuansa tekno: dua nomer yang mewakili hening peribadatan dan semangat bangkit, Nita secara eksplisit melafal tasbih & istighfar . Proyek Pra (bass, programming ) dan Nita (keyboard) ini sempat membuat demo dengan Agus Sasongko, hanya kali ini loop-programming dipegang oleh Mr. Q (Uki).

Loop sampel digital dari groove box Diaz juga digunakan oleh Funky Thumb (Yance Manusama, Glenn Dauna, Rayendra, dan Lian Panggabean) yang membawa seksi brass: Arief Setiadi (tenor sax), Dony (alto sax), dan Kevin W. (trumpet) serta vokalis Tompi. Sebelumnya tampil suhu vokal Bertha dengan Rio Moreno dan Saat (suling).

Duet piano-drum khusus untuk acara ini ditampilkan Dwiki Darmawan - Budhy Haryono (setidaknya baru tahun lalu ada tur duo semacam) dengan tambahan Nyak Ina ‘Ubiet' Raseuki yang menguasai pula ornamentasi vokal Aceh. Permainan saling dengar ini diberi puncak intensitas yang campur aduk, Dwiki menyentuh langsung dawai piano sementara tangan kirinya tinggal di deretan tuts. Mereka bertiga mencoba merangkum gambaran lengkap judul “Hati Laut”.

Penonton malam itu memberi perhatian khusus pada Bubi Chen yang membuka penampilannya dengan “Body and Soul” yang dengan segera berubah mood dengan iringan kuartet akustiknya masuk ke “Blue Monk” ( Jacky Pattiselano , Jeffry Tahalele , dan Benny L.). Imposisi melodi milik lagu lain diselipkan permainan trombone Benny. Permainan mereka di sesi pertama berakhir dengan sebuah blues. Di sesi malam mereka tampil kembali dengan tamu Elfa Secioria yang memainkan vibraphone (instrumennya saat mulai ‘ nge-job' kelas 5 SD), Oele Pattiselano , dan duet Buby dengan Indra Lesmana . Elfa tampil pula beserta jazz & pop choir -nya yang telah memenangkan sejumlah penghargaan di Bremen (2004).

***

Duo gitar Tohpati Budjana memainkan “Januari” versi keroyokan pendekar gitar Indonesia di album Samsara. Versi asli tahun 1997 (minus sejumlah bagian dan etude di akhir) lebih dekat dengan arransemen Aceh dalam hitungan tiga dengan akordeon, tambourine, dan voice Ubiet. Agar keduanya bebas bersolo program iringan telah disiapkan di belakangnya. Kesempatan ini juga dipergunakan untuk pengumuman lelang gitar fretless milik Jopie Item. Bertiga, Jopie mendapat kesempatan memperdengarkan blues lewat gitarnya, memperagakan kebebasan tarik-ulur nada dengan sliding di neck gitar yang gundul. Gitar full custom ini direncanakan akan dilelang dalam sesi-sesi jazz peduli Aceh yang menyusul (Bandung, Yogya, Medan, Batam, dan Bali).

Malam itu dilelang pula Yamaha DX7 & KX5 milik Dwiki serta bass custom Pra B. Dharma. Mereka juga tampil dalam formasi Krakatau terakhir dengan tambahan peniup serunai Alex, voice Marzuki (seniman Aceh yang diajak rekaman album world music Gilang R.), serta vokal Iskandar (seniman Gayo). Penampilan Nera juga masih diimbuhi musik etnik (Gilang Ramadhan, Ivan Nestorman, Donny Suhendra, Adi Dharmawan) Waktu telah menunjukan pukul 21.20 sewaktu Nera tampil 15 menit. Gilang tetap menyelingi permainannya dengan sejumlah solo, cukup singkat karena biasanya memakan waktu 10-20 menit (atau bahkan lebih).

Selanjutnya Tamam Hoessein tampil bersama anak-anak didiknya yaitu Warna & Dea Mirella dengan Ade Hamzah pada bass dan Gerry Herb pada drum. Membawakan medley standar “How Can I Turn Too”, “Love” dan “Lady Be Good”. Kompak dan mendapat banyak applause dari penonton.

Agar semua musisi memperoleh kesempatan tampil, Kiboud dan Ireng Maulana bergantian membongkar kombonya hingga tiga kali. Selain menarik kembali Jacky P., Yance, Benny L. dan Jeffry Tahalele, kombinasi juga menyertakan Dullah Suweileh (conga), Sam (keyboard), Benny Mustafa ( drums ), Marwan (trumpet), Sutrisno (klarinet), dan Didiek SSS ( curved soprano ). Ireng bermain gitar mengiringi Margie Segers, sedangkan saat mengiringi Ermy Kulit , ia memainkan banjo dalam arransemen dixieland dari “Tak Ingin Sendiri” (Pance Pondaag) bersama pianis ragtime Hendra Wijaya .

Dua vokalis solo wanita Syaharani dan Rieka Roslan bergantian tampil, Syaharani dengan Queen Fire Works Project-nya (Donny S., Agam H., dll.) sedangkan Rieka dengan sebagian pemain yang terlibat rekaman “Mata Ketiga”: perkusionis Philippe Ciminato , pianis Ali Akbar ditambah bassis Adi Dharmawan , dan Rayen. Purwacaraka (piano) juga menemani solo vokal wanita lainnya, Dea , yang tidak lain adalah putrinya sendiri.

Dengan “Libertango” (Piazzolla), proyek Maya Hasan (harpa) – Jalu G. Pratidina diboyong pula ke pertunjukan ditemani dr. Iwang yang segera buka praktek dengan djembe, pandiero , dan bunyi ambient lainnya disertai Arief Setiadi (soprano sax) dan Mates (ac. bass). Solo kendang-djembe diberi porsi besar, dibangun di atas ritme tangan kiri Jalu.

Bak karnaval dengan riuh tiup-tiupan, tiga belas personil brass section memasuki gedung dari tiga pintu, Hypersax tampil di penghujung acara lewat tengah malam. Mereka turut membawakan arransemen Erwin Gutawa yang tampil pada piano dengan Iga Mawarni menyanyikan “Layang-layang”. Pada sesi kedua ini tampil pula Mus Mujiono bersama Canizzaro dalam “Night in Samarinda”.

***

Acara kembali diakhiri dengan takbir dan doa (kali ini Marzuki disertai Nyawong Aceh) dengan semua musisi naik ke pentas sebelumnya secara simbolik menyerahkan angka donasi sementara 210 juta rupiah. Selain untuk Mer-C dan penyaluran lewat dompet kemanusiaan DKJ (disatukan dengan acara DKJ lainnya), sebagian dana juga akan disumbangkan untuk kegiatan/seniman Aceh. Keseluruhan penyelenggaraan adalah atas nama Dewan Kesenian Jakarta dengan sejumlah rekanan produksi serta didukung pula oleh banyak sukarelawan. Pengumpulan dana juga diharapkan masih bergulir lewat rangkaian acara di kota lain dan kemungkinan penayangan konser ini.

elain musisi jazz dan Aceh, konser kemanusiaan yang lebih bersifat spontan ini juga dihadiri Taufik Ismail yang membacakan karyanya. Doa dan renungan dari Din Syamsuddin (sekjen MUI), wagub DKI, bahkan kapolda Firman Gani sendiri yang berkomitmen untuk menyumbangkan Rp 52 juta lewat lelang Yamaha KX5 milik Dwiki. Mer-C sendiri menginformasikan kepada pecinta jazz rencana pembangunan rumah sakit permanen di dekat Malahayati (jika dana mencukupi) dan kegiatan daruratnya di Aceh dan Sumut selama ini.

appears in: http://www.wartajazz.com/news/news240105.html with some addition from Nana


This page is powered by Blogger    Powered by VLSI